18 Maret 2009

Kepemilikan Tanah di DIY Perlu Dibatasi















YOGYAKARTA - Pemilikan tanah dan harga jual tanah di wilayah Provinsi DI Yogyakarta diusulkan agar dibatasi. Ini untuk mengerem terjadinya proses komodifikasi, komersialisasi, privatisasi, dan kapitalisasi tanah di DIY yang dinilai sudah berjalan tanpa terkendali.
"Pola pemilikan tanah di Yogyakarta menunjukkan ketimpangan. Ini salah satunya disebabkan oleh segelintir orang yang menguasasi tanah terlalu banyak. Untuk DIY penting membatasi kepemilikan tanah, baik untuk penduduk DIY maupun luar DIY," ungkap Ketua Program Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Bakti "Bobby" Setiawan, dalam diskusi Kebijakan Pembangunan dan Perencanaan Ruang Berbasis Lingkungan di Provinsi DIY, di DPRD DI Yogyakarta.
Bobby mengatakan, tanpa ada intervensi dari pemerintah daerah dan DPRD untuk mengendalikan harga dan pemilikan luas tanah, dikuatirkan akan memicu kerusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial. Sebab, secara umum pembangunan perumahan di DIY oleh pengembang cenderung mengabaikan tata ruang dan keseimbangan lingkungan karena hanya mencari tempat-tempat paling menguntungkan. "DIY adalah daerah yang dari sisi lingkungan sensitif, rentan terhadap kerusakan lingkungan. Intervensi itu perlu untuk mengurangi ancaman kerusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial," katanya.
Bobby menuturkan, tanah di Yogyakarta saat ini sudah dikontrol kekuatan pasar. Harga tanah di tempat-tempat strategis mencapai jutaan rupiah. Ia mencontohkan, harga tanah di sekitar kampus UGM telah mencapai Rp 3 juta per meter persegi. Bahkan, tanah di pinggir sungai Code ada yang mencapai Rp 1 juta per m2. Dengan jumlah penduduk sekitar 3,4 juta dan luas wilayah yang terbatas yaitu 318.580 hektar, maka perlu ada pembatasan pemilikan luas lahan agar ada distribusi tanah secara adil.
Sudaryono, Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik UGM mengatakan, sejak tahun 1990 terjadi perubahan mendasar dalam pemilikan tanah di DIY. Pemilikan tanah bukan lagi didasarkan untuk memenuhi kebutuhan, namun sudah mengarah spekulasi, seperti pemanfaatan tanah untuk ruko maupun perumahan meski tidak semuanya terjual. Kekuatan pasar telah menciptakan tata ruang yang sifatnya sporadik dan spontan. "Saat ini ada krisis identitas dari orang-orang birokrasi pemerintah untuk bertata ruang," katanya.

Tidak ada komentar: